Jakarta - Wacana tentang hukuman tambahan bagi terpidana kasus tindak pidana korupsi mencuat ketika pemerintah akan meluncurkan Paket Reformasi Hukum. Usulan sanksi sosial pun dikemukakan. Lalu apa kata Jaksa Agung Muhammad Prasetyo?
"Saya sependapat itu, biar mereka (koruptor) malu. Ada wacana mereka disuruh sapu jalanan, nyapu pasar, suruh bersihkan WC umum. Ya biar masyarakat melihat itu, masyarakat tahu persis," kata Prasetyo di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (30/9/2016).
Bahkan Prasetyo ikut bersuara keras tentang hal itu dengan mengusulkan cap 'Mantan Koruptor' di KTP terpidana kasus tindak pidana korupsi itu. Beberapa usulan itu disetujui Prasetyo dengan tujuan membuat koruptor malu.
"Kalau perlu dimasukkan dicap di KTP-nya itu mantan koruptor misalnya. Itu bagus sekali, biar kalau tahu malu, malu gitu loh. Tapi banyak yang mengatakan urat malunya udah hilang," ujar Prasetyo.
Sebelumnya, Juru Bicara Presiden, Johan Budi, mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) sepakat bahwa hukuman bagi para koruptor belum maksimal. Namun setujukah Jokowi dengan usulan penambahan sanksi sosial?
"Usulan sanksi sosial bagi koruptor adalah salah satu usulan yang mengemuka dalam rangka melakukan reformasi hukum. Usulan-usulan tersebut akan digodok lagi di Kementerian dan Menko Polhukam sebagai leadernya dibantu Menkum HAM," kata Johan.
Johan menegaskan Presiden belum mengambil keputusan tentang usulan pemberian sanksi sosial bagi koruptor itu. Menurutnya, Presiden menyerahkan kepada tim perumus paket kebijakan hukum apakah usulan itu bisa diakomodasi atau tidak.
Paket kebijakan hukum akan dikeluarkan pemerintah dalam beberapa tahap. Paket kebijakan pertama disebut akan dikeluarkan di akhir bulan Oktober. Publik tinggal menunggu, apakah sanksi sosial bagi koruptor akan masuk ke paket kebijakan hukum atau tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar